bismillah
pagi-pagi, udah ditelefon sm mamah. bliau crita kalo hana(sepupu) g jadi masuk sma 6m(sma favorit di jakarta pusat). Hana ini pengen banget untuk bisa masuk sma 68 itu. awalnya, dia udah lulus tahap pertama seleksi sma 68 itu, yaitu lulus administrasi. tapi ternyata, dia gak lulus di nilai rata-rata. jadi sekarang, untuk masuk sma 68, selain harus di tes administrasi, juga ada syarat laihn bahwa nilai rata2 dari kelas satu sampai kelas 3 harus minimal 8. sedangkan hana, dia rata-ratanya ‘hanya’ 7,8. sebuah nilai yang tidak kecil menurut saya. ohya, pun kalau administrasi dan nilai sudah memungkinkan, maka ‘tes’ selanjutnya yang harus dihadapi adalah tes keuangan. untuk masuk sma 68 harus bayar 20jutaan karena mereka sudah menerapkan sistem kelas internasional dan hanya membuka 2 kelas reguler yang sudah penuh. Hana sedih karena gak bisa masuk idamannya, namun (mungkin) orang tuanya di satu sisi lega karena gak harus keluar uang 20juta karena memang uangnya tidak ada, tapi memang pasti ada rasa sedih juga karena bingung anaknya harus masuk sma mana.
cerita lain, sma saya, sma 1 bekasi, masih dari cerita mamah saya jg, salah satu syarat untuk bisa masuk sma unggulan bekasi itu adalah nilai rata-rata dari kelas satu sampai kelas 3 harus minimal 7,5. ada anak dari seorang teman mamah saya, yang ingin masuk kesana. katanya, si anak nem(nilai UN sekarang) sangat tinggi. matematika nilainya 10. pelajaran lain ada yang 9, dan lainnya. yang pasti tinggi dan merasa amat yakin kalau si anak akan mampu masuk sma1. tapi setelah di daftarkan dan membawa syarat-syarat yang diperlukan, si anak tidak diterima. sebabnya, ada satu nilai 7,3 dalam rapotnya. lalu, nilai UN yang tinggi itu untuk apa? ohya, untuk masuk sma 1 itu juga ada tes tersendiri lagi.
cerita lain dari mamah saya (ya,mamah telp agak lama pagi ini), ada anak dari temannya yang lain, yang masuk unpad fakultas ekonomi jurusan manajemen melalui smup, harus bayar 50 juta. katanya sekarang prosesnya tawar-menawar. entah apa maksudnya. kemudian, dari temannya yang lain, ada anak dari temannya yang ingin masuk ITB melalui jalur spmb. namun untuk ‘jaga-jaga’ kalau tidak masuk itb melalui spmb, si anak sudah didaftarkan masuk ugm melalui UMUGM. sudah diterima, dan sudah bayar 50juta. dan saya bertanya:”trus kalo jadi masuk ITB gimana?” dan kata mamah saya:”ya dia sihudah ikhlasin uang 50jutanya itu”.
cerita lain, tidak,bukan dari mamah saya. telp berakhir di cerita teman beliau yang anaknya mau masuk ITB itu. cerita kali ini memang saya dapatkan dari film, judulnya “alangkah lucunya (negeri ini)”. di film itu, film yang penuh dengan sindiran dan kritik sosial, diceritakan kalau pemeran utamanya adalah seorang sarjana. dia sudah berusaha mati-matian untuk mencari kerja, tapi gak dapet-dapet. temannya, seorang sarjana pendidikan, merasa sudah kesulitan untuk mencari pekerjaan, dy  kebanyakan menghabiskan harinya untuk main gaple di pos ronda. memang ini cerita dalam film, tapi saya rasa ini mencerminkan kehidupan sebenarnya di indonesia.
ah….
jika ingin di generalisir, pendidikan formal di indonesia semakin mahal dan semakin sulit untuk digapai oleh orang-orang kaya tidak miskinpun tidak (sebut saja kelas menengah), dan apa lagi, oleh orang-oeang yang tidak mampu. memang tidak semua pihak penyelenggara pendidikan mematok harga yang gila-gilaan. tapi kebanyakan sekolah dan perguruan tinggi yang bagus, pasti mematok harga yang sangat tidak bersahabat dengan orang yang tidak kaya. ah…tidak,tidak..mereka dulu tidak begitu. sma saya dulu, sma 1 bekasi, bayar spp hanya 65ribu, dan sekarang 500ribu. dulu saya masuk unpad melalui spmb (sekarang snmptn), tidak banyak muncul kekhawatiran kalau jatah kursi saya diambil oleh orang-orang yang masuk melalui SMUP. dan saya pun bayar hanya kurnag lebih 2jutaan. tapi sekarang? banyak anak sma yang khawatir kalau peluang mereka masuk PTN melalui SNMPTN sudah semakin kecil karena PTN sekarang lebih banyak menerima mahasiswa baru melalui ujian mandiri. biayanya sudah bukan jutaan lagi, tapi sudah puluhan juta.
pertanyaan saya, apa iya harga pendidikan di negeri ini harus semakin naik seiring dengan semakin bertambahnya umur kemerdekaan?? sulitkah mempertahankan kualitas dengan tidak menaikan biaya penyelenggaraan pendidikan beratus-ratus kali lipat?? memang, kebutuhan hidup semakin naik. harga sembako, listrik, gas, dll semakin tinggi. tapi sangat menjadi tidak bijak jika kenaikan harga yang 500 sampai seribu rupiah pada sembako, menyebabkan harga pendidikan sampai beratus kali lipat.
dan sulit! hanya ingin masuk sma, persyaratannya tes ini, tes itu, bayar puluhan juta, rata-rata nilai segini, blablabla…. WOY! terus buat apa ada UN yang katanya udah standar nasional?? kalo emang nanti mau masuk sma harus di tes lagi, trus buat apaan ada UN?? proyekan supaya biaya penyelenggaraannya bisa dikorup?? dan selain dites, bayarnya mahal pulak!puluhan juta! gila! lo baru mau masuk sma! bukan kuliah!
huft…..
entah atmosfer apa yang ingin dibangun di negeri ini. atmosfer persaingan? persaingan dalam hal meningkatkan prestise sekolah dan perguruan tinggi, bahwa mereka lah penyelenggara pendidikan yang terbagus, tapi uangnya mereka dapatkan dengan cara memerah dan memeras hingga kering kantong orang-orang yang didalamnya. atau mungkin atmosfer kesetaraan? kesetaraan kualitas pendidikan di seluruh indonesia, semuanya dipatok untuk hanya menerima siswa/mahasiswa yang nilainya bagus-bagus aja. sehingga diharapkan lulusannya juga rata dan sama kualitasnya. menjadi PEKERJA. lalu, bagaimana dengan mereka yang di ambon? maluku? irian? atau mereka yang harus sekolah dengan cara menyebrang sungai terlebih dahulu, melewati hutan? apa standar kesetaraan kualitas bagi mereka? jikapun standarnya adalah UN, apa yang telah dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidik disana? sudah diberi fasilitas apa bagi para murid disana untuk belajar dengan layak? listrik pun kadang mati hidup, dan jika hujan, kelas bubar.
jadi atmosfer pendidikan seperti apa yang ingin dibentuk di negeri ini, wahai bapak presiden dan bapak mentri pendidikan?
semoga bapak benar-benar memikirkannya dengan matang, tanpa ada bayang-bayang KKN, dan gak repot mikirin gaji bapak sendiri. karena saya yakin, bapak pasti tau pentingnya arti pendidikan bagi negeri ini. karena kalau bapak pikir pendidikan gak penting-penting amat, saya yakin orang-orang seperti B.J. Habibie, Sri Mulyani, dan lainnya, pasti akan dengan senang hati lebih memilih berkarya di negeri orang.
.
disclaimer:
tulisan ini memang tanpa ada data real menurut lembaga survey atau data dari lembaga manapun, hanya berdasarkan pengamatan pribadi aja. bahkan tulisan ini juga disertai dengan emosi dan tanpa solusi. anggap aja ini curhat.
-uga-
karena saya yakin, bapak pasti tau pentingnya arti pendidikan bagi negeri ini. karena kalau bapak pikir pendidikan gak penting-penting amat, saya yakin orang-orang seperti B.J. Habibie, Sri Mulyani, dan lainnya, pasti akan dengan senang hati lebih memilih berkarya di negeri orang
sudah terjadi. mereka sudah bekerja di negeri orang lain dan buat orang di negeri lain. berarti artinya pendidikan memang dirasa tak penting di negeri ini 🙂 [ini komentar sinis lho, bukan malah pembelaan pada keapatisan presiden dan mendiknas atas pendidikan]