Select Page

ketika ingin menulis, banyak orang yang mengatakan “duh, g tw ni mau nulis apa”. atau “belom ada inspirasi”.

inspirasi…

bisa dibilang inspirasi atau ide menjadi bahan bakar ketika seseorang ingin menulis. semakin penuh isi tengki inspirasinya, maka semakin lancar seseorang untuk menulis. dan sebaliknya, semakin kosong tengki inspirasi tersebut, maka semakin tersendatlah proses menulis seseorang. mirip-mirip motor tornado sy kali ya? kl tuh motor bensinnya lg penuh, jalannya kerasa lebih enak. tapi kl kosong, qo jalannya kerasa berat ya?

hehe,motor saya itu cuma perandaian aja. tapi, kurang lebih akan sama efeknya pada manusia jika memang sang inspirasi yang tadinya diharapkan dapat menjadi bahan bakar untuk menulis, tiba2 pergi dan menjadi kosong sama sekali. hasrat ingin menulis menjadi hilang, tiba-tiba tulisan menjadi mandeg ditengah-tengah dan tidak terselesaikan. pernah merasakan yang seperti itu? saya sih pernah. sering bahkan.

satu trik yang saya temukan sendiri dan saya jalani agar si inspirasi bisa kembali datang dan full tank, yaitu memperberbesar ‘rasa sensitivitas’ saya terhadap lingkungan.

hmm…maksudnya?

kalau buat saya, menulis itu adalah bagaimana saya menangkap kejadian-kejadian yang ada di sekitar saya atau saya alami sendiri, kemudian saya menuliskan kembali kejadian-kejadian itu menurut sudut pandang saya. dan bukan hanya kejadian, tapi juga bisa berupa ide, pikiran, atau gagasan yang qt punya. oleh karena itu, minimal saya selalu membawa HP atau sebuah notebook kecil buat menangkap ide, gagasan, atau kejadian yang saya temui.

terus, apa hubungannya sensitivitas dengan inspirasi?

seperti yang sudah saya bilang tadi, kl buat saya(skali lg, ini buat saya loh ya. untuk setiap orang saya yakin berbeda-beda), menulis adalah bagaimana saya ‘meng-capture’ kejadian yang ada di sekitar saya, atau pemikiran/ide yg saya miliki, ke dalam sebuah tulisan dengan sudut pandang saya sendiri. jadi, ketika memang saya merasa tingket ke-cuek-an saya terhadap lingkungan sudah amat tinggi, maka biasanya saya menjadi kehiangan inspirasi untuk menulis. atau, ketka saya sudah agak menghiraukan ide/pikiran yang terlintas di benak saya, maka keinginan untuk menulis pun jadi berkurang.

nah…ketika gejala-gejala di atas sudah mulai muncul, maka saya akan mencoba untuk menjadi lebih sensitif terhadap lingkungan. bukan sensitif dalam artian saya jd gampang marah2 kayak perempuan yg lg PMS lho ya..tapi sensitif dalam hal memperhatikan lebih detail setiap hal yang ada di sekitar saya. misal, di tipi lg ada berita tentang bang poltak lg marah-marah pas lg rapat n ditonton sama jutaan orang. nah, bahas aja dah tuh kelakuan si bang poltak itu. mulai dari cocok atau engga doi ikut rapat itu, trus pantes ato ngga si bang poltak marah-marah di rapat itu, atau kalo disisi dari sisi psikologis orang yg nonton si bang poltak marah-marah di tipi, kira-kira efeknya bakalan gimana. nah..itu salah satu contoh kesensitifan yang saya maksud. dan inspirasi itu, ya akan datang dengan sendirinya ketika memang saya sudah menjadi ‘sensitif’ seperti itu.

meningkatkan kesensitifan seperti yang saya tulis di atas merupakan salah satu trik bagaimana agar inspirasi untuk menulis bisa terisi penuh kembali. trik lainnya adalah dengan cara banyak membaca buku atau koran. dengan banyak membaca, otomatis pengetahuan kita akan menjadi bertambah.kalau pengetahuan sudah semakin bertambah, maka akan semakin banyak juga yang akan bisa kita bahas dan tuliskan. selain itu, akan sangat dianjurkan untuk mau membaca tulisan milik orang lain sebelum kita menulis untuk orang lain. kenapa? pertama, tentu untuk menambah pengetahuan kita dan menambah perbendaharaan kita. kemudian, dengan membaca tulisan orang lain, maka cakrawala kita dalam dunia tulis menulis akan semakin terbuka lebar. gaya penulisan itu macem-macem lho. bahkan, untuk satu orang saja, bisa menulis dengan banyak gaya yang berbeda, seperti dewi lestari dengan novelnya Supernova. di Supernova, dewi lestari menggunakan beberapa gaya penulisan yang berbeda-beda. kalau pada supernova yang pertama, Dee, nama pena dewi lestari, membalut bahasa puitisnya dan romantisnya dalam sains. terkesan berat dan membingungkan. tapi di supernova yang kedua, akar, tulisan Dee sangat kental dengan nuansa religius, meski dengan gaya jalanan bandung. pencarian makna apa/siapa itu tuhan, dengan latar belakang kehidupan jalanan bandung.lain lagi di supernova yang ketiga, petir. di petir, dewi menulis dengan gaya bahasa yang ringan, namun tetap berbobot. jenaka, juga serius. entah di supernova yang keempat nanti, akan seperti apa gaya penulisannya.

well, itulah untungnya membaca tulisan orang lain sebelum kita menulis untuk orang lain. wawasan kita, gaya bahasa kita dalam menulis, dan informasi yang kita miliki akan semakin bertambah. dan tentunya, semua itu akan sangat membantu kita sebelum kita mulai menulis.

.

well, itu cuma dua dari banyak hal yang akan bisa memberikan kita inspirasi sebelum kita mulai menulis. pengalaman, perjalanan, perbincangan dengan orang lain, dan lain-lainnya, akan sangat bisa membantu kita untuk bisa me-refill inspirasi yang akan sangat dicari-cari ketika menulis.

satu hal, nulis aja dl, g usah takut salah, ga usah diedit-edit. just let it flow. masalah bener atau enggaknya, atau banyak yang suka atau enggaknya, itu mah masalah kedua.yang penting nulis aja dulu. dont hold and kill your creativity. ntar lama-lama bisa stress n kayak robot lho. gak mau kn kayak robot yang kerjanya harus sesuai dengan order si bos n gak boleh ngelakuin yang selain itu?gak ada imajinasi, gak ada kreatifitas.

mw kayak gt?saya sih nggak mw 🙂

*bahkan inspirasi untuk menulis juga bisa dijadikan inspirasi untuk menulis.seperti tulisan ini.hehehe 😀

-kamar kosan-