Select Page

kita hidup di dunia, pasti akan mencari harta, atau sebut saja uang. kecuali bagi anda yang tinggal di hutan, yang mau makan tinggal berburu, mancing, atau metik, semua kebutuhan dasar untuk hidup di kota _atau bahkan desa_ pasti membutuhkan uang.

ya, untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup (makan, pakaian, tempat tinggal), kita akan membutuhkan uang. dan karena kita harus memenuhi kebutuhan dasar hidup itu, maka mau tidak mau kita harus mencari uang. bekerja, berdagang, minta, ngerampok, nemu, atau apapun caranya, kita pastimembutuhkan uang.

Islam mengajarkan, bekerjalah seakan kau akan hidup untuk selamanya, tapi beribadahlah seakan kita akan mati besok. Rasul saw juga mencontohkan berdagang untuk mencari uang. Rasul pun berkata, sebaik-baik seekah adalah yang dikeluarkan dalam kondisi kaya.

mencari uang memang menjadi satu hal yang harus untuk dilakukan. tapi bagi umat muslim, itu bukan menjadi tujuan utama. karena tujuan utama adalah Allah. mencari ridha-Nya, mendapatkan rahmat-Nya. karena itu, setiap hal yang umat muslim lakukan idealnya berada dalam konteks ibadah. termasuk mencari uang dan bagaimana menggunakannya.

cara apapun boleh dilakukan untuk mencari uang. yang harus diperhatikan bagi seorang muslim adalah apakah cara mencari uang itu masih dalam aturan yang ditetapkan dalam Islam atau tidak. cara yang ditetapkan dalam Islam, berarti minimal adalah cara yang halal. bukan dari mencuri, menjauhi riba, gak sampe membunuh orang. lebih jauh lagi, jangan sampe merugikan orang lain, jangan sampe melalaikan diri terhadap ibadah wajib terhadap Allah, niat yang lurus, jangan mendzalimi orang lain, dan sebagainya. *bekerja seakan kita akan hidup selamanya

dan menggunakannya? bagi seorang muslim, seperti yang sudah diperintahkan dalam Al Qur’an, maka kita diwajibkan untuk mengeluarkan zakat. minimal itu. lainnya, seperti yang sudah dicontohkan oleh Rasul saw, maka berinfak dan bersedekah menjadi hal lain yang harus kita lakukan. bahkan bukan hanya dalam hal mengeluarkan uang dengan cara yang baik saja, Islam pun mengajarkan kita untuk mengelola dan menyimpan uang dengan baik juga. *beribadah seakan kita akan mati besok

“biarkan uang itu hanya berada di telapak tangan saja, tidak usah dibawa masuk sampai ke dalam hati.”
mari sedikit menyimpang.

menjemput jodoh.

jodoh? uang? hubungannya?
salah satu hal yang akan berkaitan dengan uang adalah keluarga. baik itu sebelum berkeluarga, mencari seseorang untuk diajak berkeluarga, sampai saat berkeluarga.

Dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw bersabda. “Wanita dinikahi berdasarkan empat perkara: hartanya, nasabnya (keturunannya), kecantikannya, dan agamanya. Maka pilihlah wanita yang beragama, maka engkau pasti mendapatkan keberuntungan” (HR Al Bukhari dan Muslim, Abu Dawud, dan An-Nasa’i).

dari hadits diatas, bisa dilihat bahwa harta dari seorang calon istri juga patut diperhitungkan, meski bukan faktor utama. dalam hadits itu jelas dikatakan bahwa pilihlah wanita yang beragama.

bukan menjadi faktor utama, namun kitapun patut memperhatikan bagaimana calon pasangan kita memperlakukan uang yang dimilikinya. kalau punya banyak uang, apakah akan dibelanjakan sampai lupa diri? atau ditabung semua? atau ‘diinvestasikan’ ke masjid atau diberikan ke anak yatim?

pun kalau belum mempunyai uang banyak, sebut saja pas-pasan, perlu dipertimbangkan bagaimana calon kita akan berusaha mencari sumber pemasukan untuk keluarganya kelak (ini terutama bagi laki-laki). bagi yang sedang mencari calon istri, ditengah keterbatasan anda sebagai laki-laki, apakah dia (calon istri) anda akan banyak menuntut dibelikan ini itu yang tidak terlalu penting, padahal pemasukan anda terbatas. atau, maukah calon istri anda turut mendukung dan membantu anda dalam mencari nafkah.

yang saya pahami, dalam Islam, suami lah yang bertanggung jawab untuk mencari nafkah, dan memenuhi kebutuhan keluarganya. ketika istri ternyata yang lebih dominan dalam memenuhi kebutuhan keluarganya, maka si istri akan dianggap sedang bersedekah, dan itu berarti, si suami masih terikat kewajiban untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, selama masih mampu.

maka kini saya akan menghubungkan uang dan pemahaman agama (Islam) dalam sebuah keluarga.
sudah saya sedikit tuliskan sebelumnya, bahwa suami yang bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan keluarganya, atau sebut saja bermatapencaharian. tugas istri, selain mendukung suami dalam mencari penghasilan, adalah mengatur keluarnya uang yang telah didapat oleh suami. ehm.. mohon dikoreksi kalau salah, Rasul saw memberikan semua penghasilan yang didapatkan beliau kepada istrinya, untuk kemudian diatur pengeluarannya dan jangan sampai kekurangan.

dalam Islam, seorang istri tidak diwajibkan dalam mencari nafkah. bagi saya pribadi, saya tidak mempermasalahkan jika istri saya ingin bekerja, selama tugas utamanya dalam keluarga, tidak terbengkalai. karena bukan menjadi kewajiban yang utama, maka seorang istri harus tetap menomorsatukan rumah tangganya (suaminya dan anaknya). ini peran atw tugas atw bagaimana seorang wanita/istri/ibu idealnya: wanita sholihah (mar’atus sholihah), zaujatun muti’ah (saya lupa artinya), dan sekolah yang pertama (ummul madrasah). jadi selama tugas itu tidak terbengkalai, maka saya tidak keberatan kalo istri saya kelak ikut bekerja.

bah..jadi ngomongin calon istri gw yak?

kembali ke laptop. :hammer:

saya termasuk orang yang masih ‘takut’ untuk memegang amanah berupa jumlah harta yang banyak. takut kalau harta yang saya miliki tidak bermanfaat, takut kalau masih banyak orang yang kesusahan sementara saya memegang banyak harta, takut kalau pembagiannya tidak adil, takut kalau harta yang saya miliki tidak berkah.

entah kenapa, saya lebih memilih untuk bersusah susah dan berada di bawah terlebih dahulu, baru kemudian sedikit demi sedikit merangkak ke atas dengan kerja keras. saya hanya tidak ingin merasakan kesenangan dan memiliki banyak hal dengan tanpa kerja keras untuk meraihnya. lebih baik bagi saya untuk tau apa yang akan saya lakukan meski hasilnya sedikit, dari pada tidak tau akan melakukan apa karena semua sudah ada.

terdengar aneh mungkin. tapi itulah saya. dalam urusan harta, saya belajar untuk menjadi miskin, juga belajar untuk menjadi kaya.